Ba.ha.gi.a

Apakah pada akhirnya, ujung jalan ini adalah seperti yang aku bayangkan? Atau justru benar-benar akhir yang berbeda.

Pagi itu adalah pagi saat kita pertama kali bertemu. Mungkin. Entah apa yang membuatku tak mau berpaling dari wajahmu kala kau menuruni tangga itu. Nyaris saja apa kau yang sampaikan tak ku hiraukan.

"Mas," ucapmu dan seketika membuyarkan lamunanku.
"Iya, Bu Nana datang agak siang," balasku spontan.

Kulihat kau menahan tawa. "Masih ada vendor juga di ruang meeting. Jadi nanti fleksibel aja ya wawancaranya," lanjutmu kemudian.

"Ok".
"Mohon ditunggu sebentr lagi ya. Aku balik ke atas dulu. Masih ada meeting juga dengan vendor lainnya,".

Dia berbalik, menaiki tangga kembali ke ruangannya. Dan aki berbalik kembali ke tempat dudukku. Wawancaraku siang itu berjalan lancar tanpa kendala, meski dilakukan di dekat ruang QC.

Waktu berlalu. Beberapa kita bertemu entah di pameran atau event lainnya. Dan setiap itu, aku tak bisa memalingkan pandangan ku dari mu. Aku tertarik padamu mungkin.

Hingga terdengar kabar bahwa kau pindah ke perusahaan lain. Aku dan kamu sebatas kolega. Aku rasa tak berharap lebih dari itu.

Disebuah pagi, led gawaiku berkedip-kedip. Ada banyak notif dari berbagai aplikasi yang kugunakan. Kuhentikan jemariku pada ikon emailmu. Kau melalui perusahaanmu meminta dibuatkan sebuah video. Betapa girangnya aku, membayangkan kita bekerja sebagai satu tim.

Proyek video yang kita kerjakan bersama beberapa bulan terakhir membuat komunikasi kita semakin intens. Tanpa sadar aku makin tak karuan. Namun aku mencoba tetap profesional dengan batas yang memang aku dan kamu buat secara tidak langsung.

Tetap saja, entah apa yang membisikiku. Aku masih berharap kita bisa makin dekat lagi. Tetap saja. Aku tak dapat memasuki areamu. Tembok tinggi menjulang itu tak kulihat ujungnya. Ketika aku berdiri d depannya aku hanya terkesima. Melihat kokohnya ia.

Tahukah, betapa aku masih ingat ketika menarik lenganmu karena kau hampir saja memotong jalan truk ketika hendak menyeberang menuju pesawat kita malam itu. Dan kau hanya tersenyum padaku. Atau betapa cerobohnya dirimu yang meninggalkan tasmu di kursi bandara dalam keadaan terbuka.

Serpihan kenangan itu memang biasa. Biarkan saja ia mengendap dalam lautan waktu. Setidaknya akhirnya aku mengungkapkan isi hatiku malam itu. Sambil mengutuki diriku sendiri yang dengan bodohnya larut dan hanyut dalam lautan yang tak seharusnya.

Jalan kita masing-masing sudah ada tujuannya. Berjalanlah, tak usah hiraukan aku dan tingkah bodohku.

Bertemu denganmu dalam mimpi saja sudah membuat waktuku serasa terhenti. Ada banyak hal juga yang harus aku capai. Meski tak apa tak denganmu. Mungkin jalan kita akan bertemu suatu saat nanti. Berbahagialah. Aku pun akan bahagia.

Senja perlahan berlalu. Menyisakan lukisan langit. Selamat datang malam yang mungkin sendu. (@dunia.popo)

Comments

Popular Posts